Minggu, 28 Januari 2018

Esok

Sejak semalam aku sudah prepare untuk pertemuan hari ini. Ku persiapkan diri untuk mandi lebih awal. Masih pukul 06.00 pagi, bisalah untuk santai sejenak. Ku hidupkan layar laptop yang sedari malam sepertinya sleep sendiri. Medengar MP3 sepertinya bisa untul relaksasi sejenak, lantunan suara merdu Harris J di sebalik headset seperti menuntun bibirku agar mengikuti lirik yang dilantunkan.

Headset masih tersampul baik di telinga tatkala ku lirik jam di dinding. Pukul 10.30. Dengan kondisi yang masih setengah sadar, aku buru-buru bangun menuju kamar mandi untuk cuci muka. Sejak kemaren sudah kucanangkan untuk bertemu dengannya hari ini. Namun akhirnya kebablasan setelah berjuang dari godaan untuk tidur (lagi). Baiklah, sepertinya harus ku maafkan khilaf hari ini yang membuat sholat dhuha terlewatkan.

“Ca’i, ada apa ribut-ribut”? Terdengar suara mama dari belakang yang sepertinya protes dengan bunyi gedebak-gedebuk di kamarku.

“Maaf, Ma. Aku buru-buru”, jawabku sekenanya. Aku tak bisa berpikir panjang menjawab pertanyaan mama dengan lebih spesifik.

Dengan tergopoh-gopoh kuraih sepatu di rak belakang. Aku tidak boleh telat, aku tidak boleh telat, bisikin itu seperti menggema dari ToA mesjid di sebelah rumah. “Aku pergi ya, Ma” teriakku sambil berlari. Dengan sisa waktu yang ku punya, menemui mama yang lagi beberes di dapur sepertinya cukup memakan waktu. Saat menoleh ketika jarakku telah 10 meter dari rumah, ku lihat mama yang berdiri di depan pintu  geleng-geleng kepala melihat tingkahku. Mama telah tahu rencanaku dan sepertinya beliau maklum jika anak gadisnya ini tidak sempat bersalaman dengannya kali ini.

Sisa waktu 5 menit, aku berlari sekencang-kencangnya kearah yang kutuju. Kulirik jam di tangan sesampai di lokasi. Lumayan, masih ada waktu beberapa detik sebelum pukul 11.00. Ku rogoh kaca dari tas mungil beraksen pita berwarna hijau pemberian ayahku, sejurus kemudian kuperbaiki jilbab polkadot kesukaanku yang loyo tergerus arus angin akibat lari yang kupaksakan tadi.

Lewat 20 menit dari pukul 11.00, aku belum melihat tanda-tanda ada yang menghampiri posisiku saat ini, di bekas kios rokok disamping halte yang mulai disesaki para penumpang. Mataku terus awas menyapu sekeliling memastikan aku tidak melewatkan apa yang sedang kutunggu.

55 menit berlalu, bau peluh dari baju yang kukenakan mulai menyesak seperti memaksa hidungku agar mencium aromanya yang sepek itu. Ini hampir tengah hari, aku mulai resah menantikan kedatangannya sambil sesekali melirik bawaan di tangan kananku.

Tidak lama berselang, suara adzan terdengar berkumandang. Aku mulai menyerah dengan penantian kali ini. Dengan langkah dipaksa aku pulang sambil terus melirik bawaan yang sedang ku bawa. Dia tidak datang. Bermacam spekulasi yang berkeliaran di benakku, ku abaikan. Esok aku akan datang lebih awal untuk menjemputnya. Ditempat biasa dia mencari sesuap nasi sejak dua hari lalu, di tong sampah di samping kios yang kutunggui tadi. Aku yakin esok dia akan datang, kucing kuning yang malang.

8 komentar:

  1. Huah... speachless kak.
    Keren. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. masih berantakan itu kak
      Perdana bikin cerpen aku 😌

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Gaya berceritanya enak mbak, ngalir gitu... tp, sptnya konfliknya krg greget, hehehe 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih kak masukannya. Insya Allah semoga kedepan lebih baik lagi :)

      Hapus
  4. Waduuh.. aku kira mau nemuin siapa mak.
    Keren laa... Endingnya tak terkira. :)

    BalasHapus