Jumat, 26 Januari 2018

Dia yang Kucari

Pagi ini sebenarnya bingung mau nulis apa. Ketiadaan ide adalah hal buruk bagiku mengingat tidak semua yang ku alami bisa dituangkan begitu saja dalam bentuk tulisan. Ya seperti yang kalian tau dan sering ku koar-koarkan bahwa aku bukan seorang penulis. Tapi mengikuti program ODOP ini adalah bukti kesungguhanku agar bisa menulis, dengan harapan setidaknya ada jejak yang bisa kutinggalkan agar di ambil manfaatnya jikapun ada. Bila tidak, ada saja yang mau baca tulisanku alhamdulillah. Terlepas itu bermanfaat baginya atau tidak.

Sesaat setelah berpikir panjang mau bahas apa kali ini, aku iseng-iseng buka facebook manatau ada sesuatu yang bisa di ambil dari sana. Ternyata ada inbox dari seseorang yang tidak ku kenal. Pas di cek, pesan itu ternyata sudah dari 5 hari yang lalu. Ya wajar sih, belakangan ini rada malas buka facebook. Orang itu memang tidak ku kenal, tapi pesannya dari seseorang yang sangat ku kenal yang dulu sempat akrab sebelum kami akhirnya lost contact. Dia hanya chat untuk minta nomor handphoneku saja. Tidak lebih.

Sebut saja namanya U, meski hanya ketemu 3 tahun di suatu sekolah namun kedekatan kami tetap berlanjut meski setelahnya jarang bertemu. Dia dikenal baik oleh setiap orang yang mengenalnya. Ringan tangan dan berlaku adil pada siapa saja. Sedari dulu dia memang suka gaya ala cowok, bahkan rambutnya cepak pendek persis seperti cowok. Namun dia masih berhijab kesekolah walau kala itu masih ada aturan membolehkan kaum wanita untuk tidak berhijab.

Seperginya merantau 7 tahun silam, kami mulai sedikit berjarak. Dia disibukkan dengan kegiatannya disana dan aku juga tersibukkan dengan agendaku disini. Namun, sesekali masih menyempatkan saling bertukar kabar dan berbagi cerita. Dia tidak terlalu update di media sosialnya, namun belakangan aku melihat ada gelagat aneh yang membuatku tak henti mencemaskan tentangnya. Dia sering ditandai dalam status juga foto oleh orang yang sama (cewek-red). Cewek itu cantik, seksi juga feminim. Di awal ku coba untuk tidak berpikiran yang bukan-bukan (waktu itu kami masih berhubungan). Lama-lama aku semakin resah saat cewek itu terus nampak di wall facebooknya. Akhirnya suatu ketika -setelah mengumpulkan nyali- aku memberanikan diri bertanya perihal ini, menyusun kata-kata sebaik mungkin agar dia tidak tersinggung. Aku lupa persisnya seperti apa diksiku kala itu, yang jelas saat ku bertanya dengan rada-rada takut dia menjawab dengan singkat dan lugas, “iya ka, dia pacarku”. Saat itulah aku merasa kaki tidak sedang berpijak ditanah, kehilangan keseimbangan seperti sedang ada bencana yang menimpa bumi. Aku merasa ini adalah salah satu kenyataan yang benar-benar mengecewakan. Dia masih sempat menanyakan apakah aku marah padanya. Aku masih terdiam, sampai akhirnya dia undur diri lalu esoknya berhenti menanyaiku lagi.

Dia, yang beberapa tahun belakangan ini kucari-cari. Semua sosial medianya tak bisa kutemui (lagi). Nomor handphonenya entah kenapa tiba-tiba hilang dari kontakku. Semua tentangnya seperti kompak menjauhiku. Aku bertanya kesana kemari tentang akun media sosialnya dan juga nomor handphonenya, tapi tak satupun jawaban tentangnya kudapati. Dan tadi, saat ada message darinya, meski bukan dari akun media sosialnya. Aku merasa dia masih ingat padaku setelah beragam nasehat dulu kulontarkan padanya sesaat sebelum dia menghilang tanpa jejak.

Aku hanya berharap semua kebaikan untuk dirinya. Walau aku tak tau seperti apa kabarnya hari ini, dengan pesan singkat tadi setidaknya dia masih baik-baik saja.

3 komentar: