Pagi ini sebenarnya bingung mau
nulis apa. Ketiadaan ide adalah hal buruk bagiku mengingat tidak semua yang ku
alami bisa dituangkan begitu saja dalam bentuk tulisan. Ya seperti yang kalian
tau dan sering ku koar-koarkan bahwa aku
bukan seorang penulis. Tapi mengikuti program ODOP ini adalah bukti
kesungguhanku agar bisa menulis, dengan harapan setidaknya ada jejak yang bisa
kutinggalkan agar di ambil manfaatnya jikapun ada. Bila tidak, ada saja yang
mau baca tulisanku alhamdulillah. Terlepas itu bermanfaat baginya atau tidak.
Sesaat setelah berpikir panjang
mau bahas apa kali ini, aku iseng-iseng buka facebook manatau ada sesuatu yang
bisa di ambil dari sana. Ternyata ada inbox dari seseorang yang tidak ku kenal.
Pas di cek, pesan itu ternyata sudah dari 5 hari yang lalu. Ya wajar sih,
belakangan ini rada malas buka facebook. Orang itu memang tidak ku kenal, tapi
pesannya dari seseorang yang sangat ku kenal yang dulu sempat akrab sebelum
kami akhirnya lost contact. Dia hanya
chat untuk minta nomor handphoneku saja. Tidak lebih.
Sebut saja namanya U, meski hanya
ketemu 3 tahun di suatu sekolah namun kedekatan kami tetap berlanjut meski
setelahnya jarang bertemu. Dia dikenal baik oleh setiap orang yang mengenalnya.
Ringan tangan dan berlaku adil pada siapa saja. Sedari dulu dia memang suka
gaya ala cowok, bahkan rambutnya cepak pendek persis seperti cowok. Namun dia
masih berhijab kesekolah walau kala itu masih ada aturan membolehkan kaum
wanita untuk tidak berhijab.
Seperginya merantau 7 tahun
silam, kami mulai sedikit berjarak. Dia disibukkan dengan kegiatannya disana
dan aku juga tersibukkan dengan agendaku disini. Namun, sesekali masih
menyempatkan saling bertukar kabar dan berbagi cerita. Dia tidak terlalu update
di media sosialnya, namun belakangan aku melihat ada gelagat aneh yang
membuatku tak henti mencemaskan tentangnya. Dia sering ditandai dalam status
juga foto oleh orang yang sama (cewek-red). Cewek itu cantik, seksi juga
feminim. Di awal ku coba untuk tidak berpikiran yang bukan-bukan (waktu itu
kami masih berhubungan). Lama-lama aku semakin resah saat cewek itu terus
nampak di wall facebooknya. Akhirnya suatu ketika -setelah mengumpulkan nyali- aku
memberanikan diri bertanya perihal ini, menyusun kata-kata sebaik mungkin agar
dia tidak tersinggung. Aku lupa persisnya seperti apa diksiku kala itu, yang
jelas saat ku bertanya dengan rada-rada takut dia menjawab dengan singkat dan
lugas, “iya ka, dia pacarku”. Saat itulah aku merasa kaki tidak sedang berpijak
ditanah, kehilangan keseimbangan seperti sedang ada bencana yang menimpa bumi. Aku
merasa ini adalah salah satu kenyataan yang benar-benar mengecewakan. Dia masih
sempat menanyakan apakah aku marah padanya. Aku masih terdiam, sampai akhirnya
dia undur diri lalu esoknya berhenti menanyaiku lagi.
Dia, yang beberapa tahun
belakangan ini kucari-cari. Semua sosial medianya tak bisa kutemui (lagi).
Nomor handphonenya entah kenapa
tiba-tiba hilang dari kontakku. Semua tentangnya seperti kompak menjauhiku. Aku
bertanya kesana kemari tentang akun media sosialnya dan juga nomor handphonenya, tapi tak satupun jawaban
tentangnya kudapati. Dan tadi, saat ada message
darinya, meski bukan dari akun media sosialnya. Aku merasa dia masih ingat
padaku setelah beragam nasehat dulu kulontarkan padanya sesaat sebelum dia
menghilang tanpa jejak.
Aku hanya berharap semua kebaikan
untuk dirinya. Walau aku tak tau seperti apa kabarnya hari ini, dengan pesan
singkat tadi setidaknya dia masih baik-baik saja.
massage kayaknya mestinya message ya...
BalasHapusHaha iya typo.. makasih kak
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus