Jika aku adalah seorang yang
puitis yang sekejap mata melahirkan kata maka kupastikan tiap hari puisiku tercipta untukmu. Jika aku adalah
seorang penulis yang gampang meliuk-liukkan jemari di atas keyboard maka tak
berbilang berapa banyak tulisan yang ku persembahkan untukmu. Jika saja.
25 tahun mengembara di bumi yang
penuh dengan dugaan ini, menjadi bagian dari salah satu generasi tertarbiyah
adalah kesyukuran yang tak terhingga. Bukan, bukan aku merasa lebih baik dari
siapapun. Aku bersyukur Allah berkenan memberikanku teman-teman yang senantiasa
mengingatkan dalam kebaikan. Tanpa memandang “aku” di wajah masa lalu, mereka menerima
segalaku apa adanya. Sungguh ini adalah kesyukuran terhebatku.
Masih terngiang di ingatan bagaimana
indahnya pertemuan di awal kita bersua. Pengetahuan agamaku yang masih terbilang
cetek, tilawahku yang sungguh berantakan, cara berpakaianku yang sangat jauh
dari syari’at. Kau menuntunku dengan sabar persis seperti mengajarkan bayi
bagaimana cara berjalan. Kau tau aku tidak sebaik yang kau bayangkan, yang satu
dua kali di ajarkan langsung paham. Tidak. Aku pernah berontak ingin bebas,
merasa apa yang sedang kujalani adalah sesuatu yang salah. Sekali dua aku
bahkan mengacuhkanmu, mangkir dari janji pertemuan kita. Aku kira kau akan
menyerah lalu pergi. Tentu saja pikiranku melesat, dengan sabarmu yang segunung
itu kau tetap datang meski tau akan mendapat respon seperti apa. Tidak peduli
cuaca saat itu turut mendukungmu atau tidak, kau tetap datang untuk menemui.
Dengan tekad yang terus kau
buktikan aku akhirnya menyerah di pertemuan yang kesekian kalinya. Aku mulai
merasa bahwa kau adalah sesuatu, meski telat menyadari. Kau tidak seperti
senior-seniorku yang lainnya yang kerap mendengung-dengungkan perintah namun
luput dari mengerjakannya. Kau sungguh sesuatu, dengan tutur yang lembut dan
sikapmu yang tawadhu membuatku terhipnotis untuk mengikuti jejakmu yang di awal
tak kusukai itu.
Sampai pada akhirnya aku tau, kau
mendedikasikan waktumu tanpa uang sepeserpun. Kau mengorbankan waktu
istirahatmu tanpa paksaan dari siapapun. Dan orang sepertimu, satu dari ratusan
orang-orang dikampus sana yang mempunyai IQ tinggi atau pintar berdeklarasi. Meski
kau tak seperti mereka, namun semangatmu untuk menjadi generasi pelurus jauh
melampaui nilai mereka. Untukmu, terima kasih telah mengajakku serta dalam
perjalanan ini. Semoga semangat darimu tetap tumbuh dihati, persis seperti
pertama kali aku tersentuh dengan segenap apa yang kau beri.
tiada hal yang lebih indah melainkan selalu berada dalam lingkaran dakwah dan murobbi/murobbiyah ialah sosok yang kan selalu menguatkan, membersamai dalam iman.
BalasHapusterima kasih tulisannya kak Dika,
25 tahun ternyata... ^_^
makin tua aku... Hiii...
Iya benar bgt tuh mba
HapusBtw tua an kamu apa aku y kk?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAku setuju dengan ka Isnania. :)
BalasHapusAda getaran hati yang berbeda kala berkumpul bersama orang seperti mereka. Ah, aku jadi rindu.
Iya bunda, makasih sudah berkunjung dimari 😊
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBertemu dengan seseorang yang bisa menerima kita apa adanya, tanpa lihat sisi gelap dari diri kita yang terdahulu adalah anugerah terindah yang tak terkira.
BalasHapusBenar mba 👍
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSubhanallah
BalasHapusKeren.😍
BalasHapusKalau Murabbinya baca pasti terharu banget. Sukaa... 😄
BalasHapusHehe..ekspetaksiku jg gitu. Tp gak kayaknya deh, tulisanny masih receh gt 😁
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus