Siang itu lagi terik-teriknya saat
terdengar bunyi klakson dari luar. Ku intip dari jendela, ah ternyata Pak Anwar
sudah datang. Sengaja kutelfon beliau beberapa saat sebelumnya karena jujur ada
sedikit kekhawatiran jika pesan gojek. Yang pertama, takut nanti si abangnya
masih muda, aku belum siap boncengan sama dia.. haha (apa sih). Yang kedua, kasihan tukang ojek di sekitar sini yang rata-rata sudah tua dan bukan supir
gojek (tau aja lah mana ngerti bapak-bapak ini sama aplikasi-aplikasi begituan).
Sebenarnya aku jarang banget pake ojek maupun angkutan umum
kemana-mana. Soalnya ada simerah yang selalu setia menemani kemana niat
menuntunku pergi. Ini berhubung simerah lagi sakit dan harus dirawat inap di
sentral Yamaha, jadi ya kalau pergi
kemana-mana harus ada yang jemput dan antar.
Saat menaiki motor si Bapak untuk pertama kalinya, sempat kulirik wajahnya yang teduh. Senyumnya menyiratkan semangat yang terus terjaga demi uang yang tak seberapa untuk anak bini di rumah. Mataku terus menyapu sekitar. Terlihat motornya yang sudah sepuh, entah keluaran tahun berapa. Jalannya tidak lagi mulus apalagi saat melewati lubang. Bisa ku prediksi motor ini sudah bertahun-tahun tidak diservice. Pikiranku terus berkeliaran kemana-mana. Terlihat sandal jepit tua si bapak, ah jauh sekali rasanya dibandingkan dengan abang gojek yang rapi plus sepatu dan jaketnya. Tak terasa ada genangan yang memenuhi kelopak mata saat kulihat tubuhnya yang kurus dan kulit keriputnya yang legam. Ah bapak, ingin rasanya kusuruh pakai jaket saja.
Saat menaiki motor si Bapak untuk pertama kalinya, sempat kulirik wajahnya yang teduh. Senyumnya menyiratkan semangat yang terus terjaga demi uang yang tak seberapa untuk anak bini di rumah. Mataku terus menyapu sekitar. Terlihat motornya yang sudah sepuh, entah keluaran tahun berapa. Jalannya tidak lagi mulus apalagi saat melewati lubang. Bisa ku prediksi motor ini sudah bertahun-tahun tidak diservice. Pikiranku terus berkeliaran kemana-mana. Terlihat sandal jepit tua si bapak, ah jauh sekali rasanya dibandingkan dengan abang gojek yang rapi plus sepatu dan jaketnya. Tak terasa ada genangan yang memenuhi kelopak mata saat kulihat tubuhnya yang kurus dan kulit keriputnya yang legam. Ah bapak, ingin rasanya kusuruh pakai jaket saja.
Semua yang kudapati siang itu
akhirnya membuatku menangis dalam boncengan si bapak. Ku teringat sesosok
lelaki yang suka ngeboncengin saat
akan pergi sekolah. Tentang angin pagi yang suka membuatnya batuk, dan sialnya
itu yang terus dia hadapi karena harus mengantarku pergi sekolah. Rindu yang
tiba-tiba akhirnya bertamu lagi untuk kesekian kalinya. Tersimpul doa untuk
lelaki yang begitu kucintai, berharap anak cengengnya ini bisa memberi manfaat
untuknya disana. Cepat-cepat kuhapus deraian air mata yang sempat berjatuhan.
Tujuanku hampir sampai, ku selipkan duit yang tidak seberapa dilipatan uang lima
ribuan, jumlah yang biasa sibapak terima. Semoga rezekimu mengalir lancar ya, Pak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar