Sabtu, 03 Februari 2018

Resensi 50 Pendakwah Pengubah Sejarah

Islam adalah agama dakwah. Agar tujuan dakwah tercapai dengan baik, maka keberadaan "model" pendakwah diperlukan untuk dijadikan contoh. Setelah para Rasul, Nabi dan Sahabat/Sahabiyah, model berikutnya adalah para ulama (yg sholih), sebab merekalah penyandang status sebagai "Pewaris para Nabi". Lalu berikutnya dari kalangan orang-orang mukmin yg catatan amal sholihnya telah terbukti mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.

Buku ini merekam jejak perjuangan 50 "model" (pendakwah) yg berkontribusi dengan kapasitas masing-masing. Ada keteladanan sikap, keberanian dan semangat yg diwariskan dalam perjalanan hidupnya. Dengan demikian, sekiranya penting buku semisal dengan ini untuk dibaca agar percikan sikap dan pemikiran mereka bisa menginspirasi, terutama buat kawula muda sebagai generasi penerus bangsa.

Pembaca dimudahkan dengan teknik pengelompokan yang dikotak-kotakkan penulis, yaitu berdasarkan adanya kesamaan "benang merah" antar tokoh. Dibuka dengan rubrik "Inspirasi dari Guru-guru Masjidil Haram". Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama pembaharu yg berpengaruh. Ulama yang lahir di Sumbar ini belajar dasar-dasar agama dari sang ayah. Pada saat berusia 11 tahun, Ahmad Khatib dibawah sang ayah berhaji kemudian menetap disana untuk mendalami Islam. Pada umur 20 tahun, beliau mulai dikenal masyarakat Mekkah karena akhlak dan ilmunya. Walau Ahmad Khatib bermukim di Mekkah, dia tetap termasuk tokoh pembaharu di Indonesia. Yaitu melalui buku-bukunya dan juga melalui mereka yg datang ke Mekkah untuk berhaji kemudian menyempatkan diri belajar langsung kepada beliau. Yang sekembalinya mereka ke tanah air, lalu menjadi ulama besar. Salah sedikit diantaranya, H.Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka), M. Jamil Jambek, K.H.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), K.H.Hasyim Asy'ari (pendiri NU), dsb.

Ahmad Khatib dikenal tegas dg masalah-masalah yg berkembang di Minangkabau. Tentang praktik-praktik Tarekat Naqsabandiyah dan hukum waris yg berdasarkan adat (Matrilineal). Perbedaan pendapat yg muncul saat itu disebut-sebut telah melahirkan gerakan di Tanah Minang untuk berkembang dan maju meninggalkan keterbelakangan.

Di rubrik lainnya, "Bapak-Anak, Istiqomah di Medan Dakwah" menempatkan Abdullah Karim Amrullah dan Hamka di urutan teratasnya. Abdullah Karim lahir pada 1879 di Maninjau, Sumbar. Menetap beberapa tahun di Mekkah untuk mempelajari agama. Beliau aktif mengajar dan menulis sekaligus mengelola majalah Al-Munir. Pada 1918, beliau kemudian mendirikan lembaga pendidikan modern, Sumatera Thawalib sekaligus menjadi sekolah modern pertama di Indonesia.

Hamka, ulama yg tak tamat SD namun melahirkan lebih dari seratus buku. Nama lengkapanya Haji Abdul Malik Karim Amrullah disngkat HAMKA hanya belajar di SD selama 2 tahun. Hamka belajar Islam dan mendalami bahasa arab langsung dari sang ayah. Hamka tak tamat SD, tapi beliau autodidak untuk berbagai bidang ilmu seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Atas berbagai prestasinya, dua universutas terkemuka memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Hamka. Gelar itu diberikan oleh Univ Al Azhar dan Univ Kebangsaan Malaysia.

Di gelanggang politik, kalimat tegas dari seorang M.Natsir mencuri perhatian "satu-satunya yg diperlukan yg batil untuk maju mencapai kemenangannya adalah asal yg haq tinggal diam, tidak berbuat apa-apa". Tokoh yg disebut-sebut menguasai 7 bahasa (ada yg menyebut 9 bahasa) adalah salah seorang tokoh yg teguh dalam memperjuangkan kebenaran Islam. Juga gigih memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu-tamu yg berasal dari kalangan aktivis pergerakan Islam. Sikap anti Belandanya membuat ia mendidik sendiri 7 orang anaknya yg dikemudian hari, kemampuan anak-anaknya sama sekali tidak tertinggal dibanding dg mereka yg bersekolah formal.

Ada beberapa ibroh yg bisa diambil dari buku ini. Pertama, untuk pertama kali teladan itu di didik langsung oleh sang ayah. Kedua, mereka adalah tipe pembelajar sedari kecil. Ketiga, banyak pendakwah yg potensial abadi namanya karena warisan yg ditinggalkan berupa tulisan dan buku. Keempat, mereka mendidik dan melahirkan murid-murid yg hebat. Terutama pada titik nilah peluang "Mengubah Sejarah" terbuka luas.

Buku ini sedikit mengecewakan dengan beberapa halaman yg hilang. Pada bab Yoyoh Yusro, sebanyak hal 5 halaman juga 5 halaman pada syeikh Arsyad Al-Banjari.

Judul : 50 Pendakwah Pengubah Sejarah
Penulis : M.Anwar Djaelani
Penerbit : Pro U Media
Tebal buku : 333 hal
Peresume : Paramudika H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar