Judul : Sabtu Bersama Bapak
Penulis : Adhitya Mulya
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 278 halaman
Bayangkan perpaduan sebuah buku
parenting di mix kan dengan buku humor-galau-jomblo maka jadilah buku renyah
tipis yang satu ini. “Sabtu bersama Bapak”. Awalnya iseng aja pengen liat-liat
buku ini, tertarik saat melirik kumpulan buku di lemari teman kamar sebelah.
Sampai pada akhirnya gak sabaran untuk ikut bertualang bersama lantunan kalimat
demi kalimat yang lumayan mengocok perut. Adhitya Mulya, begitu lihai mengemas
tiap kekatanya dalam novel ini, meski kita sedang berada di “bab” parenting
sama sekali tak akan terasa membosankan dan kaku.
Sabtu Bersama Bapak, mengisahkan
tentang dua kakak beradik yang terpaut usia 3 tahun, Satya dan Cakra. Mereka
ditinggal pergi sang bapak di usia yang masih terbilang belia. Bapak mengidap
penyakit kanker dan divonis hanya punya waktu satu tahun lagi untuk hidup.
Meski takdir ini terasa begitu berat namun bapak mempersiapkan segalanya dengan
matang. Hanya dengan satu harapan, ia ingin terus membersamai anak dan istrinya
meski raga tak lagi ada disisi mereka. Maka, bapak mengabadikan dirinya lewat
video-video yang direkam di kaset handycam. Melalui video itu, bapak menitipkan
beragam pesan sepanjang pengalaman hidupnya, banyaakk... semua di ulas sang
bapak sedetail mungkin seperti pentingnya IPK di atas 3, perencanaan masa
pranikah, pentingnya membahagiakan istri (itu aja sih yng di ingat :D). Satya
dan Cakra kemudian tumbuh tanpa merasa kehilangan figur sang ayah, karena
setiap sabtu bapak mereka selalu ada dengan nasihat dan pituah-pituahnya.
Satya dan Cakra tumbuh menjadi
pemuda cerdas dan sukses. Sama-sama sukses di karir namun tidak dengan urusan
percintaan. Satya berhasil menikahi wanita idamannya dan mempunyai anak tiga
dari hasil pernikahannya namun Cakra masih setia menjomblo. Satya belajar menjadi
seorang bapak yang baik, tuntutan kerja terkadang kerap membuatnya melampiaskan
segala sesuatunya dirumah. Hingga sang istri mengirim email agar tidak pulang
dulu, karena takut dengan psikologisnya anak-anaknya. Di lain sisi, Cakra
dengan umur yang telah berkepala tiga, masih adem saja meski berkali-kali sang
ibu berusaha mencarikan calon minantu. Kerap di bully, tidak hanya dirumah
bahkan oleh bawahan di kantor.
Pagi, Pak
Pagi, Firman
Pak, mau ngingatin dua hal saja. Bapak ada induksi untuk pukul 9 nanti
di ruang meeting
Oh, iya. Thanks. Satu lagi apa?
Mau ngingatin aja, Bapak masih jomblo (Hal.43)
Selang-seling cerita Satya dan
Cakra di buku ini. Disaat Cakra sibuk mencari jodoh, karena sadar akan fitrah
yang selama ini di abaikan. Sementara Satya disibukkan dengan pembelajaran
tentang peran ayah dan suami yang baik bagi ketiga anaknya. Rutinitas kerja dan
tuntutan yang mesti diemban, membuatnya harus terpisah fisik dengan keluarganya
namun akhirnya juga secara mental. Satya mendaur ulang semua sikapnya dari
pesan-pesan sang bapak yang telah lama tak dicernanya.
Terlepas dari pesan-pesan bapak
yang berhasil mengantarkan kedua lelaki ini menjadi mandiri, sukses dan mapan
di usia muda. Ada peran lain yang tak kalah hebat, yaitu didikan sang ibu.
Deskripsi kisah dibuku ini terasa begitu nyata dan dekat dalam keseharian. Buku
yang patut dibaca oleh Ayah, Ibu dan calon ayah/ibu juga bagi para jomblo agar
tak putus asa saat jodoh masih entah dimana. Kita bisa belajar parenting dari
kisah Satya dibuku ini, setelah sebelumnya di buat ngakak oleh kisah si jomblo
Cakra yang mengenaskan. Sebuah buku yang unik, asyik dan inspiratif. Tentang
Cakra, endingnya sarat dengan kejutan.
Buku yang bagus 😊
BalasHapusBenar kak, yang ngenes itu ada beberapa bagian yang bakalan bikin si jomblo baper :D :D
BalasHapus